Karena tiada sembunyi yang bisa aku singgahi, aku menuju senyummu lagi. Linikala yang beraksi, cintaku hidup walau hatimu bukan aku yang mengisi. Tentangmu yang abadi, cintaku masih terjadi.
Tentangmu detak waktu. Sejati, namun tak sehati.
Jarak seharusnya ada untuk kita bisa menyamai benih-benih pengharapan agar kemudian kita tanam di pelantaran rindu masing-masing. Celakanya kita hanya tersatukan oleh pijakan bumi dan saling bercabang di ujung mimpi. Hari-hari berlalu menjadikanmu satu di antara miliaran manusia yang memuja kedekatan bukan ketulusan. Padahal kemana pun aku pergi, pesonamu tak akan pernah redup dan di situlah aku memutuskan hidup. Aku tak pernah paham bagaimana tuhan menciptakan hati untuk akhirnya setiap manusia memiliki perasaan, juga otak yang tak berhenti memikirkan bagaimana cara mendapatkan di waktu bersamaan. Beberapa hati aku lalui sebagai penggantian temaram. Menyentuh waktu dengan jemari berlarian di langit-langit pengharapan. Nyatanya kita hanya sekedar langkah kecil yang berlari di pelataran senja. Buktinya kau tak menyadari liang hati yang kau tinggalkan di relung kecewa. Celakanya kepadamu aku masih saja menutup duka untuk tetap menyalakan rindu di lumpuhnya air mata.
Tentangmu risau camar. Tinggi, tetapi terbang menghilang.
Walau kini segalanya telah mengalami perubahan, biar saja aku tetap merawat kesedihan. Bersama orang-orang terlalu menelan kalimat bijak secara berlebihan, aku mengenangmu sebagai kala setelah masa. Kita adalah pudar mentari di penghujung malam. Bias hangat yang menggantung bebas, tak berujung menikam jantung. Kita merupa waktu menuju cakrawala, menari-nari dibalik kehilangan yang menjadi wajar adanya. Kosong, sepi, hening, sunyi. Tertangkap peluk mu kemarin saja sudah cukup, tak perlu kau kenang, kelak aku akan tenggelam. SETIAP HATI BISA MENJADI RUMAH, TETAPI TAK SEMUANYA BISA MENJADI TEMPAT BERPULANG:"). Menggelar upacara kerelaan tercantik dalam sejarah, mengikhlaskan sosok terbaik yang membuat hatiku bermandikan darah. Selamanya, aku akan mengenangmu dalam bait-bait udara. Namun aku sadar, bahwa kelak yang aku banggakan akan menjadi yang paling ku relakan:"). Di kepalaku wajahmu telah menjadi prasasti, merusaknya hanya akan menyakiti mimpi. Walau sekadar angan tetapi itu satu-satunya cara menjamahmu dari kejauhan. Sebab memilikimu lagi aku tak pernah bisa, penolakanmu adalah sehebat-hebatnya kuasa.
Membunuh rasa.
Penuh terpaksa.
Aku tertatih menyeret hati yang tersiksa.
Menguap penuh harmoni, satu persatu rinduku melantunkan melodi. Alunan perih dalam kemegahan paling alami. Membawa luka tanpa henti, mengitari hari penuh sesak hingga bahagia seakan tak pernah lahir ke bumi. Begitu ramai tanpa sedikit pun damai, riuh menggema melepuh tak terima.
Menghantam logika.
Peluh menerpa.
Aku terkapar menahan lebam yang merata.
Mengertilah, tak secepat itu cinta berpindah. Bahkan jika aku berhasil menghilangkanmu dari hati, aku masih harus bergelut dengan perasaan tentang siapa penggantimu nanti.
Menikam langkah.
Perih terasah.
Aku tersayat menimang duka yang bernanah.
Waktu yang paling tahu kapan aku bisa melupakanmu, maaf berderet disetiap detak menuju hatimu. Tak bisa dihentikan, tentangmu masih utama di perasaan. Anggap saja ini dosa terbaik untukku, mencintai seseorang yang telah menjadikan mu muara rindu. Karena cinta tak bisa dipaksakan, aku tak pernah menuntut kau untuk mencintaiku maka bebaskan aku untuk tetap menaruh rasa padamu.
Meletup-letup.
Pintu tertutup.
Aku tersenyum menanti senyum yang terkatup.
Selamat berbahagia atas hidupmu, kelak aku akan menyambangimu sembari mengucap itu. Tetapi untuk sekarang, izinkan kepadamu aku masih mengucap sayang sampai nantinya berganti usang. Satu hal yang paling aku takutkan adalah bila akhirnya kau menyadari siapa yang paling mencintai. Pisau tertajam yang akan menyadarkan, robekan paling tidak sopan yang menenggelamkanmu dalam tangisan, rengekan terkeji dari kesadaran yang tak terelakan.
-Mendung mulai bergemuruh di atas kenyataan bahwa hatimu belum juga luluh-
Jumat, 21 April 2017
Minggu, 09 April 2017
Kau bahagia dengannya.
Selamat menikmati setiap kalimat yang tersaji, semoga kau menikmati, dan ingatkan aku bila ada yang tak membuatmu enak hati. Sebab puisiku biasa saja, senyum dan bahagiamu yang membuatnya sempurna.
Berbiasalah, berbahagialah!
Setiap kita pasti pernah memiliki mimpi paling gila. Mimpi yang kita jadikan patokan tingkah laku yang berpengaruh langsung di kehidupan. Aku pun sama; dia ada disekitarku setiap hari, tetapi tak pernah bisa dia kembali. Padahal, kita pernah sedekat jemari dengan kaca jendela setiap turun hujan, seriang bunyi kamera kala datang senja. Kita pernah begitu dekat, tetapi hati kita tidak pernah kembali terikat. Sampai akhirnya kamu memutuskan berpacaran dengannya, menyisakan kecewa dan sayatan tajam di dada. Kamu memintaku mencari penggantimu; seenak itu kamu berkata, seakan-akan perasaanku padamu biasa saja. Agar tak ada yang terbebani, aku putudkan untuk mencintaimu dalam keikhlasan, merelakan kamu lewat tulisan, mengubah kenangan juga harapan melalui kata-kata dan doa-doa kerinduan.
Semakin lama, hanya desir rindu yang melanda. Sampai remuk menelusup relung, hingga perih mengiris rusuk yang berkabung, disini cerita tentangmu akan tetap utuh untuk bernaung. Karena waktu membuat keringat dalam pendewasaan, telah terlewati deretan sosok pengisi kerinduan. Pada tiap embusan, sebutlah itu kenangan.
Aku selalu heran kepada orang-orang yang suka menambahkan gula ke secangkir kopi. Sebegitu hinakah rasa pahit? Bukankah hal terbaik dari kehidupan adalah menikmati kesedihan? Ah, mereka tak biasa menikmati lara. Atau mungkin, mereka perlu bertemu senyummu, agar tahu arti manis sesungguhnya:").
Malam semakin langka, kita merindukan lara.
Berbagai macam persiapan pun dilaksanakan. Setumpuk lagu galau untuk menjembatani ruang dan waktu, beberapa lagu sendu juga diputar berulang-ulang menjawab kebutuhan rindu. Hampir bosan aku melakukan perkenalan ke setiap perempuan. Kalau bukan karena lingkungan yang berisik, mana mungkin aku mau membohongi hati sendiri seakan-akan siap mencintai kembali. Ketahuilah cinta menjadi indah sebab ketiadapaksaan. Tak perlu banyak alasan atau penjelasan atas dipilihnya suatu hubungan. Menyusun tangga dari kepingan hati yang kau hancurkan, merekatkan harapan disetiap pijakan. Sudahlah, tak usah khawatir. Paling tidak dari sini aku bisa lebih jelas melihat kebahagiaan yang terpancar dari yang kau bilang "dia punya ragaku, tapi tidak dengan hatiku". Orang-orang mulai bertanya akan rahasia kecantikan yang merona dari parasmu. Aku pun tersenyum "dia hanya tertawa sembari menjalaskan bahwa dia yang fotonya disebelah kiri tengah kau genggam erat adalah resep utama, decak kagum semakin membahana, dunia terpana, kau terlena". Semakin kau menunjukkan kemesraan, semakin kau akan diuji oleh perpisahan.
Bukan diam yang membungkam, tetapi hadirnya telah menyeretku dalam diam.
Akan tiba saatnya kau mencariku kembali. Ketika mulutmu tak sabar memberi jawaban atas semua tindakan, ketika kau ingin membela hakmu sebagai pemilik perasaan, ketika rasa sesalmu memuncak dan rindumu akhirnya meledak:"). Waktu akan menamparmu dengan sangat bijaksana. Terima kasih atas kesadaran yang terlambat, di titik itu hanya akan terucap kalimat;
Menangislah...
Aku tengah mengaduk sesak sembari mengiris senja di pelataran logika. Mencari jejak terakhirmu di serpihan tawa, memungut sisa senyummu yang dulu biasa kini tiada. Menggantung hebat penasaran yang terbias tenggelamnya kehadiran, kini adamu hanya bisa tergambar oleh mimpi dan lamunan. Rona jingga pun menyingkap langit, waktu memukulku serasa membisikkan kenyataan pahit, bahwa...
Kau mencintainya.
Kau bahagia dengannya.
Padamu kepergian, inilah sepenggal rasa di bebunyian. Langit mementahkan gemuruh, ketiadaanmu membuatku semakin rapuh. Langkah pun melupa pijakan harapku tertatih dimakan penyesalan. Merayap tanpa ampun mengunci segala embun. Pagi tak akan pernah cerah tanpa ucapan pemulai harimu, dan malam tak pernah anggun tanpa suara lembut dari bibir mungilmu.
Aku merindukanmu bagai hujan merindukan pelangi, ia menyebar indah menyelimuti bumi dengan aku satu-satunya cahaya yang berpendar menjadikannya warna. Sebelum akhirnya aku terhentak, secuil kangen yang terbalas pun tidak, itu karena..
Kau mencintainya.
Kau bahagia dengannya.
Paru-paruku sesak akibat tiada lagi sisa kehadiranmu yang bisa aku hirup. Kabar tentangmu hanya membuat cemburu semakin meletup. Hatiku berpijar menyala, membakar semua janji manis kita diawal cerita. Mengurai duka, ketiadaanmu menggiring hatiku pada setiap luka:"). Membekas atas nama tidak terima, jeratan sesal mengepung seiring kepergianmu ke relung hatinya.
Melihatmu, pemandangan terindah yang membuat hatiku semakin berdarah. Mendangar suaramu, alunan nada paling merdu membias cuaca semakin sendu. Mengingatmu, penyiksaan terbaik membuat air mata deras merintik.
Meraba pelukmu, cambukan teristimewa membuat ragaku sakit oleh kecewa. Merapal jejakmu, langkah paling tepat menginjakkan lara yang semakin pekat. Dan mengikhlaskan kepergianmu, sebuah prestasi yang masih sebatas mimpi.
-Aku hanya sedang membuka kembali memori yang mengalun dan terhentak akan kenangan yang hampir tertimbun. Untukmu masa lalu, terimakasih atas lakumu nan anggun.-
Berbiasalah, berbahagialah!
Setiap kita pasti pernah memiliki mimpi paling gila. Mimpi yang kita jadikan patokan tingkah laku yang berpengaruh langsung di kehidupan. Aku pun sama; dia ada disekitarku setiap hari, tetapi tak pernah bisa dia kembali. Padahal, kita pernah sedekat jemari dengan kaca jendela setiap turun hujan, seriang bunyi kamera kala datang senja. Kita pernah begitu dekat, tetapi hati kita tidak pernah kembali terikat. Sampai akhirnya kamu memutuskan berpacaran dengannya, menyisakan kecewa dan sayatan tajam di dada. Kamu memintaku mencari penggantimu; seenak itu kamu berkata, seakan-akan perasaanku padamu biasa saja. Agar tak ada yang terbebani, aku putudkan untuk mencintaimu dalam keikhlasan, merelakan kamu lewat tulisan, mengubah kenangan juga harapan melalui kata-kata dan doa-doa kerinduan.
Semakin lama, hanya desir rindu yang melanda. Sampai remuk menelusup relung, hingga perih mengiris rusuk yang berkabung, disini cerita tentangmu akan tetap utuh untuk bernaung. Karena waktu membuat keringat dalam pendewasaan, telah terlewati deretan sosok pengisi kerinduan. Pada tiap embusan, sebutlah itu kenangan.
Aku selalu heran kepada orang-orang yang suka menambahkan gula ke secangkir kopi. Sebegitu hinakah rasa pahit? Bukankah hal terbaik dari kehidupan adalah menikmati kesedihan? Ah, mereka tak biasa menikmati lara. Atau mungkin, mereka perlu bertemu senyummu, agar tahu arti manis sesungguhnya:").
Malam semakin langka, kita merindukan lara.
Berbagai macam persiapan pun dilaksanakan. Setumpuk lagu galau untuk menjembatani ruang dan waktu, beberapa lagu sendu juga diputar berulang-ulang menjawab kebutuhan rindu. Hampir bosan aku melakukan perkenalan ke setiap perempuan. Kalau bukan karena lingkungan yang berisik, mana mungkin aku mau membohongi hati sendiri seakan-akan siap mencintai kembali. Ketahuilah cinta menjadi indah sebab ketiadapaksaan. Tak perlu banyak alasan atau penjelasan atas dipilihnya suatu hubungan. Menyusun tangga dari kepingan hati yang kau hancurkan, merekatkan harapan disetiap pijakan. Sudahlah, tak usah khawatir. Paling tidak dari sini aku bisa lebih jelas melihat kebahagiaan yang terpancar dari yang kau bilang "dia punya ragaku, tapi tidak dengan hatiku". Orang-orang mulai bertanya akan rahasia kecantikan yang merona dari parasmu. Aku pun tersenyum "dia hanya tertawa sembari menjalaskan bahwa dia yang fotonya disebelah kiri tengah kau genggam erat adalah resep utama, decak kagum semakin membahana, dunia terpana, kau terlena". Semakin kau menunjukkan kemesraan, semakin kau akan diuji oleh perpisahan.
Bukan diam yang membungkam, tetapi hadirnya telah menyeretku dalam diam.
Akan tiba saatnya kau mencariku kembali. Ketika mulutmu tak sabar memberi jawaban atas semua tindakan, ketika kau ingin membela hakmu sebagai pemilik perasaan, ketika rasa sesalmu memuncak dan rindumu akhirnya meledak:"). Waktu akan menamparmu dengan sangat bijaksana. Terima kasih atas kesadaran yang terlambat, di titik itu hanya akan terucap kalimat;
Menangislah...
Aku tengah mengaduk sesak sembari mengiris senja di pelataran logika. Mencari jejak terakhirmu di serpihan tawa, memungut sisa senyummu yang dulu biasa kini tiada. Menggantung hebat penasaran yang terbias tenggelamnya kehadiran, kini adamu hanya bisa tergambar oleh mimpi dan lamunan. Rona jingga pun menyingkap langit, waktu memukulku serasa membisikkan kenyataan pahit, bahwa...
Kau mencintainya.
Kau bahagia dengannya.
Padamu kepergian, inilah sepenggal rasa di bebunyian. Langit mementahkan gemuruh, ketiadaanmu membuatku semakin rapuh. Langkah pun melupa pijakan harapku tertatih dimakan penyesalan. Merayap tanpa ampun mengunci segala embun. Pagi tak akan pernah cerah tanpa ucapan pemulai harimu, dan malam tak pernah anggun tanpa suara lembut dari bibir mungilmu.
Aku merindukanmu bagai hujan merindukan pelangi, ia menyebar indah menyelimuti bumi dengan aku satu-satunya cahaya yang berpendar menjadikannya warna. Sebelum akhirnya aku terhentak, secuil kangen yang terbalas pun tidak, itu karena..
Kau mencintainya.
Kau bahagia dengannya.
Paru-paruku sesak akibat tiada lagi sisa kehadiranmu yang bisa aku hirup. Kabar tentangmu hanya membuat cemburu semakin meletup. Hatiku berpijar menyala, membakar semua janji manis kita diawal cerita. Mengurai duka, ketiadaanmu menggiring hatiku pada setiap luka:"). Membekas atas nama tidak terima, jeratan sesal mengepung seiring kepergianmu ke relung hatinya.
Melihatmu, pemandangan terindah yang membuat hatiku semakin berdarah. Mendangar suaramu, alunan nada paling merdu membias cuaca semakin sendu. Mengingatmu, penyiksaan terbaik membuat air mata deras merintik.
Meraba pelukmu, cambukan teristimewa membuat ragaku sakit oleh kecewa. Merapal jejakmu, langkah paling tepat menginjakkan lara yang semakin pekat. Dan mengikhlaskan kepergianmu, sebuah prestasi yang masih sebatas mimpi.
-Aku hanya sedang membuka kembali memori yang mengalun dan terhentak akan kenangan yang hampir tertimbun. Untukmu masa lalu, terimakasih atas lakumu nan anggun.-
Sabtu, 01 April 2017
Pecandu rindu.
Kau tahu, apa yang menyenangkan dari rindu? Tidak ada yang menyenangkan, karena ia masih saja menginginkanmu berada di pelukan.
Aku tidak pernah mencoba untuk mengingat, hanya saja pancaran keindahan di wajahmu masih terasa menyengat. Keadaan memang menyebalkan, kenapa pula dirimu harus pergi meninggalkan gumpalan cerita yang menumpuk di dalam hati yang kini tak tertata.
Kulihat sekarang kau sudah berbahagia, bukan berarti aku tidak, hanya saja belum ada orang yang beruntung untuk kubagi dengannya.
Sialnya, bagaimana bisa penggantimu aku dapat, bila perkara melupakanmu saja otakku tak sempat dan hati tak pernah kuat.
Kini aku menjadi budak sajak setelah hati ini kau rusak, dan atas nama rasa yang dibunuh secara paksa aku pun mencoba beranjak walaupun tak kuasa.
Pernah kau merasa rindu? Seperti aku yang mecandu rindu di setiap malam-malam yang terasa pilu. Bila pun tidak, itu tak mengapa. Setidaknya aku pernah berjuang untuk mempertahankan meskipun pada akhirnya aku kau tinggalkan.
Kamu adalah orang yang mengisi hati dan hari-hariku dalam beberapa bagian dari sang abad, tak heran bila semua tentangmu masih kusimpan dengan begitu rapat.
Datanglah bila kau sempat, meskipun hanya untuk keluh kesahmu aku bertempat.
Kata Dilan: "rindu itu berat, kau takkan kuat, biar aku saja." Masa bodoh dengan Dilan, sesekali kau harus mencoba perihnya rindu agar kau kenal dengan pilu.
Teruntuk kamu yang hatinya sedang berkelana, apa kau masih ingat berapa banyak lini masa yang kita jelahi bersama? Tak apa, aku hanya bertanya.
Sampaikan salamku untuk kekasihmu yang baru, katakan kepadanya untuk jangan berlagu, karena pada dasarnya dia telah mengambil kamu dari kebahagiaanku.
Aku tidak pernah mencoba untuk mengingat, hanya saja pancaran keindahan di wajahmu masih terasa menyengat. Keadaan memang menyebalkan, kenapa pula dirimu harus pergi meninggalkan gumpalan cerita yang menumpuk di dalam hati yang kini tak tertata.
Kulihat sekarang kau sudah berbahagia, bukan berarti aku tidak, hanya saja belum ada orang yang beruntung untuk kubagi dengannya.
Sialnya, bagaimana bisa penggantimu aku dapat, bila perkara melupakanmu saja otakku tak sempat dan hati tak pernah kuat.
Kini aku menjadi budak sajak setelah hati ini kau rusak, dan atas nama rasa yang dibunuh secara paksa aku pun mencoba beranjak walaupun tak kuasa.
Pernah kau merasa rindu? Seperti aku yang mecandu rindu di setiap malam-malam yang terasa pilu. Bila pun tidak, itu tak mengapa. Setidaknya aku pernah berjuang untuk mempertahankan meskipun pada akhirnya aku kau tinggalkan.
Kamu adalah orang yang mengisi hati dan hari-hariku dalam beberapa bagian dari sang abad, tak heran bila semua tentangmu masih kusimpan dengan begitu rapat.
Datanglah bila kau sempat, meskipun hanya untuk keluh kesahmu aku bertempat.
Kata Dilan: "rindu itu berat, kau takkan kuat, biar aku saja." Masa bodoh dengan Dilan, sesekali kau harus mencoba perihnya rindu agar kau kenal dengan pilu.
Teruntuk kamu yang hatinya sedang berkelana, apa kau masih ingat berapa banyak lini masa yang kita jelahi bersama? Tak apa, aku hanya bertanya.
Sampaikan salamku untuk kekasihmu yang baru, katakan kepadanya untuk jangan berlagu, karena pada dasarnya dia telah mengambil kamu dari kebahagiaanku.
-Terlahir menjadi budak sajak, ketika hati ini menjadi rusak.-
Langganan:
Postingan (Atom)