Apa kabar, kamu?
Aku ingin menyapa tapi aku bingung harus membahas apa. Kalau kau baca ini, dan kau punya sesuatu untuk dibahas, sapa saja aku. Aku rindu, aku menunggumu.
Indah yang fana; barangkali bisa mendatangkan kenikmatan nyata. Bersama senja yang berada diujung cakrawala; Aku mengenang duka, seraya memotret fenomena alam dunia.
Lihat! Matahari kian tenggelam. Tinggal setengah lagi bumi ditelan malam. Namun, bayangmu masih saja membuatku bimbang akan luka yang tengah melebam.
Aku ingin kamu padam.
Dalam artian, menghilang dari pikiran; dalam artian, membunuh kamu dari perasaan.
Dan barangkali ini sudah cukup! Degup ini tak lagi mampu menahan perih yang berletup-letup. Aku ingin lupa akan semua perih yang tertera. Aku ingin lupa atas segala pilu yang ada dalam dada.
Aku ingin lupa terhadap luka; sebab hidupku ingin bahagia.
Aku selalu menelan bulat-bulat luka yang sama. Kuracik sempurna bersamaan dengan kenangan yang telah lama. Tak ada sendawa, tak ada kenikmatan yang terasa. Namun perih selalu mengambil ahli fungsi hati dan logika. Aku dibuat bodoh oleh dampak dari Sang luka.
Kehilanganmu menjadi cambuk, senyumanmu selalu berhasil membuat rindu ini semakin mencambuk.
Kehilanganmu, kopiku tak nikmat lagi. Sebab luka pemberianmulah yang harus kularutkan pada pagi hari. Kuteguk, lalu aku mati.
Kehilanganmu, hatimu hampa. Terurai harapan kosong yang didorong oleh masa. Makin mengenang, luka makin riang dan berpesta.
Mencintaimu mungkin adalah kesalahan besar. Dan berpisah denganmu mungkin akan menjadi sebuah bekas yang menjalar. Tapi terlepas dari itu; aku selalu berjuang untuk melupakanmu. Membunuh secara perlahan. Pelan-pelan dan kelak aku akan menjadi orang yang kamu sesalkan dimasa depan.
Selain mengutarakan apa yang aku rasakan. Menulis kujadikan sarana pemberi pesan; agar kamu dapat mengerti keadaan, kala aku tengah tak mampu menceritakan perih secara lisan. Kamu tak malas membaca, kan? hehe
Jika kau meninggalkan aku untuk bahagia, maka pergi dan jangan pernah kembali lagi. Doaku akan selalu meminta kau bahagia. Demi kau yang hanya menggengamku lalu memuntahkannya kembali. Demi aku yang tak ingin melihatmu kembali hanya ketika kau rindu.
Pergi.
Siapa aku bagimu?
Adalah aku. Yang terjajal begitu banyak nasihat baik dari teman-teman namun tetap menganggap kau yang terbaik.
Adalah aku. Yang selalu berpikir aku berhak mendapatkan kesempatan terakhir setelah kesalahan yang sama.
Adalah aku. Yang pintar dalam membodohi diri sendiri karena percaya kau akan kembali.
Tenang saja, aku tidak akan mengejarmu lagi. Aku akan duduk dengan sedih di sini. Aku lelah mengikuti kamu yang terus berlari. Aku lelah memahami kamu yang tidak pernah memberikan sesuatu yang pasti. Setiap perasaan butuh kepastian, sementara kamu betah bertahan pada keadaan.
"i dont believe time heals everything.
it helps, it does.
afther a while you won't cry about it all the time.
it won't consume every thought anymore.
you'll laugh and smile.
you'll even have a lot of great days.
SURE IT'S GET BETTER."
Kini kuberi hak penuh padamu untuk menjauh. Aku tidak akan memohon lagi. Aku tidak akan memaksakanmu kembali. Aku tidak akan menuntut apapun darimu. Cukup hatiku saja yang kamu buat pilu. Pergilah sejauh apapun kamu mampu. Diam-diam akupun akan memulihkan hatiku lagi, seiring langkahmu berlalu pergi. Pundakku sudah tidak sanggup menahan sedih. Biarlah semuanya berlalu sudah. Namun, kita telah sama-sama memilih. Aku melepasmu pergi, dan kamu tidak pernah menahan diri untuk tetap disini. Kamu senang saat semuanya akan berakhir sebatas kenang.
Namun sudahlah, aku tak pernah menyesali apapun, sebab semuanya sudah sangat patah. Semuanya terasa pedih dan begitu dalam terluka. Aku hanya ingin memulihkan hatiku. Dan, membiarkanmu semakin jauh berlalu. Sedari awal ini perasaanku sendiri, mungkin memang hanya aku yang harus menikmati. Satu hal yang harus kamu ingat. Terkadang, cinta seringkali datang terlambat. :))
Kamu memang sebaiknya terus menjauh, biar aku kembali menata hatiku agar utuh. Sudahlah, semua yang pernah aku harapkan, sudah kubiarkan membeku bersama ingatan. Melebur kedalam setiap kesepian.
Semoga kamu bahagia dengan jalan hidupmu, yang kamu pilih setelah mengabaikan perasaanku kepadamu. Semoga hari-hari baik selalu menyertai langkahmu. Aku juga akan terus berdoa untuk kebaikanku sendiri. Agar luka dihati tidak lagi sesakit ini. Berharap suatu hari nanti kita sama-sama menemukan seseorang yang tepat. Bukan dia yang begitu hebat. Namun, meneduh air mata yang jatuh begitu lebat. Ia yang peduli, bahwa cinta memang tak harus disakiti. Ia yang memilih ada, meski jenuh datang tanpa diduga. Ia yang mengerti, bahwa cinta belajar saling mengimbangi. Melangkahlah demi kebaikan hatimu. Sungguh, aku ingin hal terbaik untuk hidupmu. Biarlah semuanya menjadi cerita, meski lebih banyak luka. Tetaplah bahagia tanpa aku. Kenang saja kita sekedar masa lalu. Kita yang ingin bahagia, tetapi luka lebih cepat datangnya. Sekarang, semuanya terlanjur menjadi kenang. Mungkin sudah saatnya kamu pulang. Sebab, kita tak akan pernah lagi bisa mengulang.
Mengingatmu akan kembali menghadirkan perasaan-perasaan yang berakhir luka. Namun, aku tidak ingin semuanya berlalu begitu saja. Aku ingin menyimpanmu dalam tulisan-tulisan yang kutulis dengan kesedihan. Bukan untuk memamerkan betapa terlukanya aku dulu. Aku hanya ingin saat membaca kembali tulisan itu, kamu tahu betapa aku pernah begitu mencintaimu. Seseorang yang pernah bersungguh-sungguh memohon hatimu. Kita pernah duduk berdua disenja yang sama. Kita pernah berteduh berdua sembari menunggu hujan reda. Kita pernah menghabiskan semangkok kolak dikala itu. Kita pernah melakukan banyak hal-hal indah.
Menulis tulisan ini bukan karena aku ingin kamu menyadari betapa aku mencintai. Lalu, membuatmu merasa menyesal. Tidak begitu tujuanku. Aku hamya ingin memastikan pada diriku sendiri. Mencintaimu adalah hal yang tak mudah kulupakan, meski kenyataannya aku tetap saja berjalan. Aku memilih bertahan demi janjiku. Kamu sama sekali tidak peduli bukan? Bagaimana aku bisa hidup denganmu, sementara kamu tidak lagi menerima hidupku?
Kali ini aku ingin mengingatmu berkali-kali. Bukan untuk memintamu kembali. Bukan untuk membawamu hidup lagi dalam hidupku. Aku hanya ingin mengenang masa-masa sulit. Masa-masa dulu bagaimana bertahan sakit. Bagaimana berjuang dan bangkit. Bagaimana mencari jalan pulang setelahku patah hatikan dan buang. Aku ingin mengingat dan mengenang semuanya. Lalu, menuliskannya dalam kata-kata. Senoga, kelak kenangan bisa kujadikan buku. Agar tak sia-sia sebagai masa lalu. Mungkin akan kamu baca, atau mungkin hanya untuk kusimpan. Namun, menuliskan kenangan adalah salah satu cara untuk menenangkan.
-Begitu sulitnya aku menepikan kamu dari kenangan. Sekalipun hati telah kau remukkan berkali-kali. Selalu ada serpihan yang terus menginginkan kau kembali.-
*nb;