Ini kisah tentang pria biasa yang berusaha untuk mengalahkan kehampaan, meruntuhkan dinding pemisah antara ketiadaan dan kebahagiaan.
Teruntuk rindu yang ku ucap, maaf semua itu belum bisa terbayar oleh sebuah temu. Namun percayalah, tiap-tiap pesan singkat yang berisi kata rindu dariku kian menguatkan. Dalam kisah yang penuh dengan tidak kemungkinan, aku terus memperjuangkan tiap doa agar bisa diwujudkan, berusaha supaya apa yang kita rencanakan tak terabaikan, menjaga dari segala ragu yang menghancurkan. Aku tengah sibuk mengupayakan segala mimpi yang pernah kita utarakan, sabarlah sebentar; aku sedang merayu semesta, hingga saatnya kita disatukan dalam kenyataan. Setibanya di peraduan, sepi kembali membius angan. Beribu halangan kembali membuat jurang keraguan, namun kata-perkata yang kau rangkai kembali menguatkan, aku sebut itu sebuah jembatan harapan, terimakasih ku ucapkan. Gadis yang wanginya masih bersemayam dengan nyaman dalam pelukan. Mari berjuang bersama, mendaki puncak kegelisahan, menyingkirkan keraguan dengan saling mendoakan dalam diam, saling menguatkan tanpa saling memaksakan. Jika sekarang belum terasa indah bersama dirinya, bersabarlah, percayalah dengan takdir tuhan. Jika saatnya nanti aku harus berubah, percayalah, ini bukan akhir dari rasa yang telah mengakar erat di dasar hati. Aku mungkin berubah, kau pun begitu tapi rasa ini tak akan punah. Kau akan tetap menjadi nama yang selalu ku doakan, doa itu akan memelukmu erat mengganti lengan yang tak sanggup lagi merengkuh, meredahkan gundahmu, emosimu. Mencubit pipi bulatmu yang menggemaskan:'). Mengusap kepala, menenangkan emosi di ubun-ubun. Kelak aku akan berhenti mengabarimu. Tapi, jila kau membutuhkan aku, kau tahu dimana harus mencariku, dan aku akan selalu ada disana. Kapanpun kau butuh. Karena rasa ini masih berlabuh padamu.
Sampai kapan? Entah.
Jika hasil akhir tak seperti yang di inginkan, setidaknya kita bisa menghargai setiap prosesnya. Bagaimana kita menjalin rasa, menghargai setiap perbedaan, tanpa memaksanya menjadi serupa. Menikmati setiap detiknya, tanpa risau esok lusa kita akan berpisah dengan cara entah seperti apa. Maka dari itu, sebelum terlambat, aku masih ingin menambatkan jangkar, aku masih ingin berlabuh di peraduanmu, merasakan sejuknya semilir angin, menikmati senja yang kalah memposana dengan parasmu. Sebelum aku melanjutkan perjalanan, biarkan aku mengambil bekal sebanyak mungkin, belajar bagaimana menjaga segala rasa, belajar caranya berbagi tawa, belajar menghargai setiap waktu yang kau sisihkan untuk setiap temu. Kini, sebuah hati telah menggantikanku di pelabuhammu, tak perlu risau aku sudah mempunyai secukup bakal untuk melanjutkan pelayaran. Kau hanya perlu menjadi pelabuham terakhir untuk dia, untuk kalian berdua. Lakukanlah yang terbaik:').
Setelah berganti semuanya, apa kabar dari senyummu yang bahagia? Bagaimana rupanya? Yah, seperti apapun itu aku tak bisa menyalahkan takdir. Aku selalu bersyukur karena kamu dan apa yang telah kamu bawa telah hadir.
Aku hanyalah aku, jauh dari kata sempurna. Tapi izinkan aku untuk selalu mencoba, membuat paras mempesona itu merona bahagia. Dan jika tak bisa, semoga sekumpulan doa mampu mewujudkannya. Ingin sesekali mengajakmu berbaur dengan alam, mensyukuri bahwa selain kamu; Tuhan menciptakan sesuatu yang sama indahnya .
Turunkan lah segala muatanmu.
Lepaskan segala lelahmu.
Percayalah, bahu dan senyum ku bersedia kau topangi, selama nafas masih mendukung jasadku.
-Dariku, yang masih setia berdiam di atas tanah renjana.-
Selasa, 28 Maret 2017
Sabtu, 25 Maret 2017
dariku yang terjaga, merawat renjana.
Dalam kepergianku, namamu membakar keresahan seribu kali lipat lebih panas dari gerimis yang jatuh mengiri lambaian-lambaian kita. Bukankah perpisahan ialah bagian kerinduan? Kita perlahan memudar dari pelukan yang begitu hangat dan nyata. Kemudian aku berdoa; semoga kenangan ini, kebahagian ini, akan terulang dalam pelukan selanjutnya. Ingatlah, ketika kau merasa tak ada siapapun yang memahami; datanglah, aku disini ada untuk mengerti, sebab rasa kita satu dalam nadi. Dan sungguh ketahuilah bahwa puisi ini, tertulis sebagai upaya menyentuhmu dari jauh, dengan kecintaanku yang utuh.
Didalam puisi kesedihan dikemas dengan sangat manis. Kau bisa menikmati luka dengan indah, dengan sangat tabah. Aku dijatuhkan kali ini. Dijatuhkan oleh sapaanmu pada puisi kala itu, mengolah kata demi kata agar aku tak salah menerka bahwa puisimu adalah kekhilafanmu saja. Berhati-hati kepada hati yang baru saja mengangakan luka lama dan berharap aku tak salah langkah lalu terluka. Ingat; Irama akan merdu jika ada keteraturan, kematangan komposisi, juga musik yang berpadu serasi. Kamu? Sudahkah berpadu dari pikiran, tubuh, sampai perasaan dalam keserasian harmoni lewat komposisi matang tanpa bayang-bayang?
Jadi biar, aku bahagia dengan cara yang tak pernah kau duga. Tetapi selama aku berusaha melupakan, selama itu pula yang kutau hanyalah kau; kebahagiaan. Tetapi sayang, waktu tak melangkah kekiri, maka kini kutanggung saja sakitku sendiri. Hadir untuk bersamamu, bukan untuk meninggalkanmu. Kapan terakhir kali kamu bangkit? Bukan! Bukan untuk seseorang, melainkan untuk dirimu sendiri. Sudah lama? Atau sudah lupa? Karena kitalah penguasa hati yang sebenarnya. Kita adalah tanggung jawab atas segala rasa, baik yang muncul sengaja maupun tiba-tiba. Maka, menjadi kuatlah. Berbijaksana dalam menanggapi kejadian, terutama akan setiap kegagalan. Sekarang mari kita memulainya dari awal. Yang aku perlukan kali ini adalah mengikhlaskan, karena bila takdir akhirnya ingin menyatukan dia pasti akan dikembalikan.
Kunamai kita sebagai sepi, sebagai sepasang hati yang belum mengerti. Bahwa rindu datang tak pernah berjejak, dan ia tak mampu melipat jarak. Tetapi aku berusaha mengelabuhi sunyi, dengan menuliskanmu disela-sela puisi. Menyajikan namamu menjadi imaji paling teduh, bagi bait-bait kerinduan yang mengeluh. Sebab hanya dalam puisi, aku menyentuhmu begitu berani.
-Kepada kita semua, mari berbagi tawa, dan merayakan luka.-
Didalam puisi kesedihan dikemas dengan sangat manis. Kau bisa menikmati luka dengan indah, dengan sangat tabah. Aku dijatuhkan kali ini. Dijatuhkan oleh sapaanmu pada puisi kala itu, mengolah kata demi kata agar aku tak salah menerka bahwa puisimu adalah kekhilafanmu saja. Berhati-hati kepada hati yang baru saja mengangakan luka lama dan berharap aku tak salah langkah lalu terluka. Ingat; Irama akan merdu jika ada keteraturan, kematangan komposisi, juga musik yang berpadu serasi. Kamu? Sudahkah berpadu dari pikiran, tubuh, sampai perasaan dalam keserasian harmoni lewat komposisi matang tanpa bayang-bayang?
Jadi biar, aku bahagia dengan cara yang tak pernah kau duga. Tetapi selama aku berusaha melupakan, selama itu pula yang kutau hanyalah kau; kebahagiaan. Tetapi sayang, waktu tak melangkah kekiri, maka kini kutanggung saja sakitku sendiri. Hadir untuk bersamamu, bukan untuk meninggalkanmu. Kapan terakhir kali kamu bangkit? Bukan! Bukan untuk seseorang, melainkan untuk dirimu sendiri. Sudah lama? Atau sudah lupa? Karena kitalah penguasa hati yang sebenarnya. Kita adalah tanggung jawab atas segala rasa, baik yang muncul sengaja maupun tiba-tiba. Maka, menjadi kuatlah. Berbijaksana dalam menanggapi kejadian, terutama akan setiap kegagalan. Sekarang mari kita memulainya dari awal. Yang aku perlukan kali ini adalah mengikhlaskan, karena bila takdir akhirnya ingin menyatukan dia pasti akan dikembalikan.
Kunamai kita sebagai sepi, sebagai sepasang hati yang belum mengerti. Bahwa rindu datang tak pernah berjejak, dan ia tak mampu melipat jarak. Tetapi aku berusaha mengelabuhi sunyi, dengan menuliskanmu disela-sela puisi. Menyajikan namamu menjadi imaji paling teduh, bagi bait-bait kerinduan yang mengeluh. Sebab hanya dalam puisi, aku menyentuhmu begitu berani.
-Kepada kita semua, mari berbagi tawa, dan merayakan luka.-
Minggu, 19 Maret 2017
Berbahagialah selalu.
Ada denyut sesak saat mendengar kabarmu sekarang, bahwa kau telah menemukan seseorang, dan bersamanya kalian saling mengikat sayang. Kau mengabariku untuk datang, berkunjung pada singgasana yang membuat kalian menjadi raja dan ratu semalam. Aku terdiam, seperti yang selalu kau lakukan dulu saat aku menyesali itu. Bahwa sesungguhnya aku tidak terima atas segala bahagiamu, karena aku selalu yakin aku yang paling bisa membahagiakanmu.. Namun terlambat, padanya cintamu telah tertambat.. Kau tak pernah memberikan kesempatan, menjadikanku teman cerita sudah cukup membuatmu nyaman. Sedetik saja sungguh ingin aku memilikimu, walau tak selamanya, paling tidak bisa mewarnai setiap cerita. Karena kini tentangmu hanyalah perih, dan penyesalan yang terucap lirih. Isi kepalaku masih saja tentangmu, namun ketiadaanku di hatimu membuatnya pilu. Satu hal yang masih membuatku tersenyum adalah anugerah kehormatan yang kau berikan atas hancurnya segala perasaan.. Namun tersenyum, hanya kamuflase kesedihan dari sakit yang begitu ranum.. Ditemani kepulan penyesalan dari rokok yang aku bakar dengan kecemburuan, aku merayakan kepergianmu bersama air hujan yang merintik bersamaan. Di tempat berbeda kita pun bercerita, kau dan dia berpelukan dalam ikatan pendekatan, aku disini berpelukan dengan kesendirian. Membanting waktu ribuan kali, tak kembali. Cintamu resmi dia miliki, dengan segala ucapan selamat yang mengiringi kalian dalam pesan singkat, Namun terserah, mimpiku tentangmu telah berubah.. Aku adalah secangkir teh yang kau lewatkan di lain meja, yang tak teraduk menjadi dingin dalam hambar yang sempurna. Terlalu sering kau lupa, sering pula kau jadikan bahan bercanda, yang akhirnya kau hubungi saat tangismu mendera. Untukmu, aku lakukan semua. Sebelum akhirnya menghilang ditelan diam, mulutmu hanya berbicara tentang lain pertemuan, padahal di depanmu aku melebarkan telinga menunggu jawaban. Terkumpul kekecewaan, kau semakin tak wajar membicarakan orang lain di depan hati yang jelas-jelas mendamba kepastian. Tak perlu kau pikirkan perasaan orang lain, terlihat jelas bahagiamu terlalu egois untuk dibagi. Aku pun tak terima jika nantinya aku hidup dengan seorang pematah janji; Maka bersenang-senanglah dengan dia yang kau pilih untuk menemanimu sampai tua, hingga suatu hari nanti mendengar namaku akan membuatmu terbunuh tepat di dada. Penyesalan akan menggerogoti perasaanmu, ucapan maaf akan kau teriakan dalam setiap doa, dan tangisan akan menyelimuti setiap malammu penuh nelangsa.
Namun sia-sia, di hari itu rasaku padamu telah tiada.. Sebab aku memutuskan pergi, karena ternyata hatiku terlalu mulia untuk kau tinggali. Dan bila nantinya hatimu diselimuti kerinduan, menangislah karena kau telah kulupakan..
-Mau seakrab apapun kau kini dengan mantanmu tetap saja dia sudah bukan milikmu, mau serenggang apapun hubunganmu sekarang tetap saja dulu dia yang paling kau sayang. Ikhlas belum bisa, balikan takut binasa.-
Namun sia-sia, di hari itu rasaku padamu telah tiada.. Sebab aku memutuskan pergi, karena ternyata hatiku terlalu mulia untuk kau tinggali. Dan bila nantinya hatimu diselimuti kerinduan, menangislah karena kau telah kulupakan..
-Mau seakrab apapun kau kini dengan mantanmu tetap saja dia sudah bukan milikmu, mau serenggang apapun hubunganmu sekarang tetap saja dulu dia yang paling kau sayang. Ikhlas belum bisa, balikan takut binasa.-
Jumat, 17 Maret 2017
Mengenangmu
Yang paling merindukanmu, ialah malam-malam paling sepi. Dimana puisi selalu lumpuh menghadirkanmu sekali lagi. Setelah kepala berulang kali menyadarkanku yang sendiri bahwa kau tak mungkin kembali. perpisahan yang kau tulis di atas kita, ialah puisi terakhir yamg menghias dinding kita. Tidak perlu lagi nyeri yang kujaga di dada kiri, sebab aku pergi mungkin menyakiti; itu kataku. Tetapi hal yang tak perlu kau ketahui, kebahagiaan selalu berasal dari kebahagiaanmu sayang. Pula kesederhanaan kisah kita dilukis baik oleh tuhan. Aku tau kau mencoba menutup telinga, menjadi tuli didepanku yang memanggil-manggil cinta. Aku tau kau mencoba menutup mata, seakan buta melihatku guyup bersama semuanya. Aku tau, kau berusaha melawan debar dihatimu yang masih sama demi kebaikan kita berdua. Aku tau sayang, ada kalanya saling mencintai belum tentu saling memiliki, ada kalanya kita harus sama-sama pergi untuk kebaikan diri sendiri. Tetapi aku yang pergi, menyiksa perih paling pergi. Kau lah mataram senja yang tiap malam kujaga, aku tau ini yang terbaik untuk kita. Tetapi aku paling buta atas kebahagiaan kita, sehingga satu-satunya hal yang paling masuk akal bagiku ialah; kau kebahagiaanku dan tak ada yang lebih dari itu. Ingat kah kau sayang? Aku tak pernah menagih mu apa-apa kecuali cinta untukku kau jaga. Biarkan ku pergi, untuk kelak kembali.
-Kadang aku rindu tapi aku tahu tidak ada jalan untuk kembali-
-Kadang aku rindu tapi aku tahu tidak ada jalan untuk kembali-
Rabu, 15 Maret 2017
Berbahagialah
suatu malam kau mengeja kebahagiaan adalah
ketika bersamanya hari-hari hidupmu akan berakhir
sementara bagimu ia lelaki yang biasa saja
hanya hatimu berbisik ia lebih dekat dengan feelingmu.
kau menghadiahkannya janji yang tak teringkari dan
di malam itu aku bersumpah untuk rela jika itu
hal yang akhirnya membuatmu bahagia. meski di lain sisi
Kau masih mempertanyakan kebohonganku yang dulu.
bukan niat masa lalu timbul lagi setelah lama tenggelam
sehabis hujan jatuh bermusim-musim tanpa payung
tetapi sungguh apa yang ditoreh ketika itu adalah luka
yang masih segar basahnya di dadaku paling palung.
tidak ada seorangpun meminta janji jika itu hanya untuk
diucapkan tanpa sungguh-sungguh melihat kesempatan dan
ku katakan kesempatan itu sesungguhnya tak kau lihat
di antara kita, lantas, tahukah kau salahku?
tetapi tidak ada pula yang menertawakanku karena aku
selalu merasa bersalah setiap kali sadar telah menyakiti
seluruh kepercayaanmu begitu hebatnya. aku tidak pernah
meminta apa-apa lagi darimu meski setitik kepedulian.
kuhargai ketidaksesalanmu dalam mencintaiku sebagaimana aku.
seperti laju doa yang dulu tak berhenti berharap kita bahagia.
(dan kini kebahagianmu telah kauputuskan bersamanya.)
maka berbahagialah selalu, seperti aku berbahagia tanpamu.
-Memilikimu dalam ingatan adalah hadiah perasaan-
ketika bersamanya hari-hari hidupmu akan berakhir
sementara bagimu ia lelaki yang biasa saja
hanya hatimu berbisik ia lebih dekat dengan feelingmu.
kau menghadiahkannya janji yang tak teringkari dan
di malam itu aku bersumpah untuk rela jika itu
hal yang akhirnya membuatmu bahagia. meski di lain sisi
Kau masih mempertanyakan kebohonganku yang dulu.
bukan niat masa lalu timbul lagi setelah lama tenggelam
sehabis hujan jatuh bermusim-musim tanpa payung
tetapi sungguh apa yang ditoreh ketika itu adalah luka
yang masih segar basahnya di dadaku paling palung.
tidak ada seorangpun meminta janji jika itu hanya untuk
diucapkan tanpa sungguh-sungguh melihat kesempatan dan
ku katakan kesempatan itu sesungguhnya tak kau lihat
di antara kita, lantas, tahukah kau salahku?
tetapi tidak ada pula yang menertawakanku karena aku
selalu merasa bersalah setiap kali sadar telah menyakiti
seluruh kepercayaanmu begitu hebatnya. aku tidak pernah
meminta apa-apa lagi darimu meski setitik kepedulian.
kuhargai ketidaksesalanmu dalam mencintaiku sebagaimana aku.
seperti laju doa yang dulu tak berhenti berharap kita bahagia.
(dan kini kebahagianmu telah kauputuskan bersamanya.)
maka berbahagialah selalu, seperti aku berbahagia tanpamu.
-Memilikimu dalam ingatan adalah hadiah perasaan-
Kembali atau menjadi histori.
Kau dan aku hanyalah sisa-sisa perasaan. Dari percakapan bermula hingga akal lupa dimana kita berada. Setelah sekian lama mengalami ilusi kita mencoba mengerti, memeluk hati cukuplah seperlunya. Sebab aku belum mendefinisikan rindu, maka biarlah tak ada sudut pada percakapan kita. Biarkan begitu saja..
Bilapun aku harus berhenti mencintaimu dalam detik dan detak, biarlah aku pergi meninggalkanmu bersama pelangi dan senja. Langit merah mega, kepak-kepak malaikat memetik gitar sebagai pengiring pergiku. Sebab pergi itu pasti, anggaplah itu caraku mencintaimu dan mari kita mengenal rindu.
Kau pun beranjak, begitupula aku merangkai jejak. Melepaskan hal-hal tak masuk akal seperti selalu ada dan bersama, seolah sudah cukup kita larut. Kita pun mengenal sepi diantara wewangi perkara hati. Meski telah aku tuliskan di kulit hujan, kesepian adalah sudut terujung dari nestapa. Tapilah hidup tanpa sepi pun kurasakan jua layaknya luka di tanah surga, tak sempat kurasakan sungai susunya.
Akhirnya kita pun sudah beranjak, sebab kita percaya, sejauh manakah rasa setia terkecuali ada jarak mengepak, seperti apakah kau menjaga namaku diruang tanpa diriku..
Biarlah jarak mengajarkan cinta, dengan siapa kita mendapatkan nama, bukan kah dulu begitu kita bisa bersama? Saat tak saling kenal sapa karena jarak, sampai kini kau melekat dihatiku tanpa sekat.
Apapun itu, dari jarak ini aku mulai mengenal rindu. Rasanya yang sendu membuatku penuh rasa ingin menunggu. Meski harus kupahami, rinduku ini, rindu sembilu, seperti layang-layang melayang lepas dari pemiliknya, terhempas angin tak berarah. Entahla sampai dimana aku...
Adakah yang menyentuh benangku, jatuh pada basah tanah atau malah tersangkut pada ranting-ranting kering..
Aku mencintaimu diantara jarak-jarak yang terselip jejak kita dahulu, walau terhentak tempat yang tak terungkap..
Bilapun aku harus berhenti mencintaimu dalam detik dan detak, biarlah aku pergi meninggalkanmu bersama pelangi dan senja. Langit merah mega, kepak-kepak malaikat memetik gitar sebagai pengiring pergiku. Sebab pergi itu pasti, anggaplah itu caraku mencintaimu dan mari kita mengenal rindu.
Kau pun beranjak, begitupula aku merangkai jejak. Melepaskan hal-hal tak masuk akal seperti selalu ada dan bersama, seolah sudah cukup kita larut. Kita pun mengenal sepi diantara wewangi perkara hati. Meski telah aku tuliskan di kulit hujan, kesepian adalah sudut terujung dari nestapa. Tapilah hidup tanpa sepi pun kurasakan jua layaknya luka di tanah surga, tak sempat kurasakan sungai susunya.
Akhirnya kita pun sudah beranjak, sebab kita percaya, sejauh manakah rasa setia terkecuali ada jarak mengepak, seperti apakah kau menjaga namaku diruang tanpa diriku..
Biarlah jarak mengajarkan cinta, dengan siapa kita mendapatkan nama, bukan kah dulu begitu kita bisa bersama? Saat tak saling kenal sapa karena jarak, sampai kini kau melekat dihatiku tanpa sekat.
Apapun itu, dari jarak ini aku mulai mengenal rindu. Rasanya yang sendu membuatku penuh rasa ingin menunggu. Meski harus kupahami, rinduku ini, rindu sembilu, seperti layang-layang melayang lepas dari pemiliknya, terhempas angin tak berarah. Entahla sampai dimana aku...
Adakah yang menyentuh benangku, jatuh pada basah tanah atau malah tersangkut pada ranting-ranting kering..
Aku mencintaimu diantara jarak-jarak yang terselip jejak kita dahulu, walau terhentak tempat yang tak terungkap..
-Rindu-
Langganan:
Postingan (Atom)